Dalam dunia pendidikan pastinya akan mengenal namanya cerpen atau cerita pendek.
Cerpen adalah serangkaian cerita yang didalamnya menceritakan kisah fiktif, jenaka (lucu), persahabatan, dan cinta.
Unsur – unsur cerpen juga dapat kita analisis kembali agar kita bisa mengetahui terlebih dahulu struktur apa yang terkandung dalam contoh cerpen ini.
Namanya cerpen (cerita pendek) tidak memiliki kemungkinan penulisan ceritanya singkat namun jumlah kata dalam cerpen ini paling sedikit 1000 kata, bayangkan jika cerita pendek aja segitu apalagi cerita panjang bisa beribu – ribu kata lagi.
Cerpen ini termasuk kedalam kategori cerita rakyat dan biasanya berisi mengenai kehidupan nyata manusia yang khususnya orang indonesia. Ceritanya menggambarkan opini seseorang dalam melakukan hal apapun misal cinta.
Cerpen cinta, berarti isi dan inti dari cerpen tersebut yaitu soal percintaan. Dari perspektif saya ketika menjumpai cerpen cinta ini pasti saya memikirkan sama halnya dalam seorang menjalin hubungan kasih. kisahnya kadang bikin orang baper, dan terbawa suasana seolah – olah kita masuk ke dalam cerita tersebut dan memrankan tokon yang sama.
Cerpen merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari sd, smp hingga sma masih mempelajari sesuai tingkat sekolahnya. Berikut contoh cerpen yang berjudul Mawar Merah.
Contoh Cerpen Berjudul Mawar Merah
Hari demi hari terlewati dengan penuh perjuangan. Hingga ku semakin mampu meraba apa arti hidup.
Mulai mengerti mengapa Kak Lily begitu keras ketika meminta Adik-adiknya untuk terus belajar dan belajar.
Tidak lain adalah untuk kebaikan kami sendiri. Agar tak selamanya terjebak dalam kesulitan yang sejak kecil kami alami.
Kak Lily kelas 3 SMU dan beberapa saat lagi akan menjalani ujian kelulusan. Inilah saat yang dinanti olehnya. Berulang kali dia mengatakan ingin segera lulus lalu melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi, kemudian bekerja menghasilkan uang dan hidup dengan layak.
Tidak seperti yang selama ini telah kami lewati. Kehidupan yang penuh peluh keringat dan airmata hanya untuk bertahan hidup.
Hingga lulus SMA, Kak Lily tetap mempertahankan nilai-nilainya yang terbaik, dan dia diterima di salah satu perguruang tinggi negri di kota Bandung. Aku dan Kak Melati turut berbahagia untuknya.
“Selamat ya Kak. Kakak memang hebat.”
Saat itu Kak Lily hanya tersenyum. Beberapa saat terdiam, lalu berkata, “Kakak ga akan ambil.”
Kami terkejut mendengar ucapan Kak Lily yang mengatakan bahwa dirinya tidak akan kuliah. Kak Melati lantas bertanya, “kenapa Kak? Bukankah ini yang sangat Kakak inginkan?”
“Ya memang, tapi beasiswa ini bukan kampus yang ingin Kakak tuju, dan jauh. Kakak ga mungkin ninggalin kalian untuk kuliah.”
Aku berusaha meyakinkan Kak Lily, “tapi ini kesempatan, belum tentu nanti dapat beasiswa lagi. Kami ga apa kok ditinggal juga. Iya kan Kak Mel?”
Kak Melati menambahkan. “iya Kak, kami ga apa kok. Kakak harus kuliah. Itu kan cita-cita Kakak selama ini.”
Kak Lily memandang kami berdua, “Kakak ga akan pergi kemana-mana, kalian masih butuh Kakak di sini.”
Aku kembali menegaskan, “kenapa Kakak selalu menganggap kami seperti anak kecil? Kak Mel udah SMA, dan aku udah SMP. Kami bisa hidup berdua!”
Kak Melati menambahkan, “betul Kak, kami udah dewasa. Kakak ga perlu terus-terusan mengkhawatirkan kami. Akan membuat kami merasa bersalah bila Kakak hanya memikirkan kami terus menerus tanpa memikirkan tujuan hidup Kakak sendiri. Kakak udah 2 kali menunda melanjutkan sekolah, jangan sampai ketiga kalinya. Kami akan sangat sedih bila itu terjadi.”
Aku membelai Kak Lily, “percayalah … kami akan baik-baik aja tanpa Kakak.”
Kak Melati kembali menambahkan, “Iya, Kakak harus percaya. Mel janji akan segera menyusul Kakak. Mel akan kejar beasiswa dan kuliah di kampus yang bagus.”
Kak Lily memeluk kami berdua, “terima kasih ya, kalian Adik-adik yang sangat Kakak sayangi.”
Kami berpelukan dalam suasana yang sangat hangat. Akhirnya Kak Lily memutuskan untuk menerima beasiswa kuliah di kota Bandung. Segala persiapan telah disiapkan oleh Kak Lily. Namun ada satu hal yang menjadi penghalang. Lagi-lagi soal keuangan.
Meskipun Kak Lily mendapat beasiswa kuliah gratis, tapi untuk pindah ke kota lain membutuhkan biaya. Transportasi, tempat tinggal, dan ada beberapa biaya administrasi yang harus ditanggung sendiri. Tabungan yang kami miliki tak cukup.
Sempat Kak Lily kembali memutuskan untuk tidak mengambil beasiswa tersebut, Namun aku dan Kak Melati terus membujuknya dan berusaha membantu mencari uang untuk keperluan Kak Lily. Kami semakin giat bekerja serabutan untuk mengumpulkan uang agar Kak Lily dapat pergi menjalankan studinya ke kota Bandung.
Hari pengambilan keputusan semakin dekat, tapi uang belum juga terkumpul. Kami mulai kebingungan darimana akan mendapat uang dalam waktu yang singkat. Aku berfikir sambil berjalan di lorong sekolah. Saat itu aku kelas 3 SMP.
Baca Juga : Teks Drama Lucu Untuk 10 Orang
Parasku memang biasa saja. Tidak cantik, tidak pula buruk, tapi aku merupakan seorang anak yang penuh rasa percaya diri. Aku tangguh dan tidak banyak hal yang kutakuti. Termasuk ketika harus berhadapan dengan orang-orang dewasa.
Melihat beberapa orang teman yang terbilang nakal di sekolah. Menghampiri mereka dan tanpa banyak basa basi aku bertanya, “tau cara dapat uang dengan cepat?”
Serempak mereka menoleh ke arahku. Kemudian tertawa bersama-sama. Seseorang berkata, “yang cepet ya jual narkoba atau jual diri.”
Aku memikirkan kata-kata tersebut. Bila menjual narkoba, itu akan merugikan orang lain yang menjadi pemakainya, dan bila tertangkap hukumannya akan berat. Lalu aku memikirkan pilihan kedua, menjual diri.
“Dimana aku bisa jual diri?”
Sontak mereka terkejut mendengar pertanyaanku. Beberapa orang tertawa dan meledek. Namun aku menunjukkan ekspresi yang sangat serius.
“Aku serius!”
Seseorang bertanya, “emang perlu banget duit ya? Buat apa? Sampe mau jual diri. Bukannya lu anak baik-baik yang selalu juara kelas. Kenapa mau jual diri segala?”
“Yang jelas untuk sesuatu yang penting, tolong kasitau aja di mana bisa jual diri?”
Mereka mulai serius menanggapi ucapanku, “hmm … Datang aja ke Club-club malam, disitu banyak Om-om, pasti banyak yang mau pake.”
Baca juga : Ulasan Mengenai Teks Prosedur Kompleks
Merasa mendapat sedikit pencerahan, “gitu ya, ya udah terima kasih.”
Aku meninggalkan mereka. Samar-samar mendengar suara berbisik dibelakangku, “beneran dia mau jual diri? anak pinter gitu masa ya, tapi dia miskin sih mungkin butuh duit, kasian juga ya.”
Malam harinya aku berpamitan ke Kakak-kakakku untuk belajar bersama ke rumah teman.
Berbohong pada mereka karena sebenarnya akan pergi ke sebuah Club malam. Setibanya disana, aku hanya melihat-lihat dari luar karena tak diizinkan masuk.
Masih hanya sekedar mengamati, memikirkan kata-kata teman sekolahku kemarin bahwa Om-om akan mau membayar untuk gadis sepertiku. Sekitar satu jam hanya melihat-lihat dari luar Club malam. Tiba-tiba seseorang yang menepuk bahuku, “cari siapa?”
Aku menoleh ke arahnya, terdiam sesaat, kemudian menjawab, “cari Om.”
Pria yang menegurku ini mengernyitkan dahi dan kembali bertanya, “cari Om? Maksudnya?” Dengan tegas aku menjawab, “cari Om yang mau bayar saya.”
Pria tersebut tersenyum, “kamu jual diri?”
Masih tanpa takut kepada orang asing, aku menjawab dengan yakin, “iya.” “Umur berapa kamu?”
Aku berusaha menutupi jati diri dengan menjawab, “17 tahun.”
Seketika pria tersebut tertawa, “ga mungkin kamu umur 17, paling masih SMP, ya kan?”
Aku tak menghiraukan kecurigaan pria tersebut dan langsung menembak dengan bertanya, “Om mau bayar saya? Tolong bayar saya Om.”
Pria tersebut mengamatiku dan beberapa saat kemudian membawaku ke sebuah kamar hotel. Suasana yang sangat asing untukku. Berada di sebuah ruangan tertutup hanya berdua dengan seorang pria dewasa yang berusia sekitar 40 tahun. Ketika memutuskan untuk menjual diri, aku meyakinkan diriku untuk berani dan memang aku tidak merasa takut.
Tiba di kamar sebuah hotel, dia memintaku duduk di atas kasur bersebelahan dnegannya. Mulai mendekat padaku. Melepaskan Cardigan yang kukenakan dengan perlahan. Entah mengapa aku yang tadi merasa sangat berani dan percaya diri, perlahan mulai merasakan takut.
Kualihkan pandangan ke sisi lain di kamar hotel ketika pria ini menyentuh pundakku. Semakin lama aku semakin merasa takut. Jantungku berdegub kencang dan tubuhku pun mulai gemetar. Pria ini terus mendekat dan dia mendekatkan bibirnya hendak menciumku.
Seketika aku mendorongnya, beranjak berdiri, dan berkata-kata, “Om, maaf saya ga bisa jual diri. Saya ga siap! Tolong pinjami aja saya uang 1 juta. Suatu saat pasti akan saya ganti dan seumur hidup saya akan mengingat kebaikan Om.”
Aku berkata-kata tanpa henti hingga pria yang tadinya akan membeli tubuhku untuk kenikmatan sesaat ini tampak heran dengan sikapku. Dia menatapku dalam-dalam, dan bertanya, “kamu butuh uang buat apa?”
“Kakak saya baru lulus SMA dan dia harus kuliah. Dia dapat beasiswa, tapi ga punya biaya untuk administrasi dan lain-lain. Saya harus bantu dia. Saya Cuma mau bantu dia Om. Hingga saya seusia ini dia yang menjaga saya dengan segala jerih payahnya. Kali ini saya hanya ingin mencoba bantu dia.”
Aku berucap sambil menangis di hadapan pria yang mendengarkanku dengan seksama, “tolong saya Om, saya ga ingin jual diri. Saya pintar di sekolah. Saya bisa punya masa depan bagus karena saya rajin dan pintar. Saya pasti bisa membayar hutang ke Om bila Om mau meminjamkan uang.”
Aku terus berkata-kata, “bila Om meminjamkan uang tanpa menyetubuhi saya. Masa depan dua orang gadis terselamatkan. Pertama, Kakak saya yang dapat melanjutkan kuliah dan bisa mengejar cita-citanya. Lalu kedua, saya! Masa depan saya ga akan rusak hanya karena menjual diri di usia 13 tahun!”
Pria tersebut tertegun mendengar ucapanku. Dia menatapku dalam-dalam. Kemudian dia beranjak berdiri. Mengambil dompet dari saku celananya dan mengeluarkan sejumlah uang. Dia menyerahkan uang sebesar 1 juta rupiah kepadaku.
Memandangnya, dengan lirih aku bertanya, “benar Om mau pinjami saya? Tanpa saya harus menjual diri.”
Dia mengangguk dan tersenyum sangat ramah padaku, “ambil lah.”
Seketika aku mengambil uang tersebut lalu memeluk pria yang berbaik hati ini, “terima kasih Om, terima kasih … saya ga akan lupakan kebaikan Om. Saya janji pasti akan mengembalikannya. Saya janji.”
Dia membalas pelukanku dan berkata, “iya, kamu harus punya masa depan yang bagus ya. Om tunggu uangnya kembali saat kamu udah punya uang berkali-kali lipatnya.”
Masih meneteskan airmata, aku tersenyum sangat terharu dan bahagia, “iya pasti Om, saya pasti akan sukses, punya banyak uang dan bisa kembalikan uang ini ke Om.”
Suasana haru menyelimuti ruangan hotel malam itu. Aku terus mengucapkan terima kasih kepada pria yang baru saja kukenal ini. Tak tahu apa yang ada dibenaknya, apa yang dipikirkannya, yang kurasakan hanyalah dia tampak seperti orang yang tulus hendak membantuku.
Aku meminta alamat rumahnya dan berjanji akan mengembalikan uang yang kupinjam saat ini. dia memberikannya, kemudian menyuruhku untuk pulang karena hari semakin larut.
Setiba di rumah, Kak Lily yang sudah menanti kepulanganku bertanya, “darimana kamu? Kenapa lama pulangnya? Ini udah jam berapa?”
Aku mendekatinya, menatapnya dalam-dalam dan menyerahkan sejumlah uang, “aku cari uang, Kakak harus kuliah. Harus!”
Kak Lily menatap heran padaku ketika melihat sejumlah uang yang cukup banyak kuberikan padanya. Dia pun bertanya dengan curiga, “darimana kamu dapat uang sebanyak ini?”
“Kakak ga perlu tau darimana, yang jelas aku ga melakukan tindak kesalahan atau kejahatan apapun untuk mendapat uang itu. Kakak harus percaya padaku, karena selama ini aku pun selalu mempercayai Kakak.”
Kak Lily terdiam mendengar ucapanku. Tak berusaha melontarkan pertanyaan lebih lanjut.
Aku meninggalkannya menuju kamar tidur. Merebahkan diri di atas kasur, tersenyum mengenang kebaikan Om Hadi, sang penyelamat masa depan kami.
Penutup
Demikian artikel kali ini mengenai cerpen mawar merah semoa bermanfaat bagi kalian yang sedang mencari contoh cerita pendek dalam tugas bahasa indonesia kalian.
Cerpen ini ditulis untuk pembaca atau khalayak yang suka membaca cerita dari opini orang lain. Sekian dari artikel contoh cerpen kali ini.